Minggu, 27 April 2014

Diary


Diary. Tertawalah teman, tak mengapa, karena aku tidak berhak membuat aturan untuk melarangmu tertawa. Menyebut aku garang teriak-teriak di jalan, potongan celana robek, namun melankolis. Hal itu karena kau dapati aku lelaki penulis catatan harian. Seberapa besar pun kekuatan seseorang untuk sendiri, ia membutuhkan tempat berbagi. Diary saranaku menulis, memuntahkan isi kepala, apa yang kurasa, mengolah kata dan memainkan gaya bahasa sesuai dengan apa yang hati rasakan tanpa ditutup-tutupi. Menulis kata-kata penuh kejujuran.
**

Kemarilah, bila kau ingin singgah, tanpa sungkan aku mempersilahkanmu, buka pintu bagimu, kau akan temukan aku seutuhnya, aku bertutur jujur di rumahku. Buku diaryku, catatan harianku. Rangkaian kronologis tersusun rapi. Silakan bila kau ingin membacanya, rahasia yang kau tidak ketahui ada disini.
***

Tunggu, sebelum kau membacanya, bacalah dengan hati lapang. Aku hendak memperingatkamu dua hal:

1. Kendalikan emosimu jangan sampai air matamu membasahi lantai rumahku. Lalu terbalik, kau yang jadi melankolis penuh haru. Di lembaran kertas aku menuliskan:

“aku mengenalmu sebagai pribadi yang baik, apapun yang kau lakukan teman, tidak pernah terbesit benci untukmu, justru aku berterima kasih karena kau hadir melengkapi kronologis peristiwa yang aku tulis disini. Sanjung puji untuk mu, teman”

2. Kendalikan marahmu, jangan sobek tirai gorden diaryku. Matamu membaca kalimat-kalimat yang aku tulis di halaman berikutnya. Aku mencela dan menertawaimu dengan cara yang elegan, semata karena kau tidak paham akan manfaat dari menulis diary.

“betapa kelirunya orang yang mencela, dan malu menulis diary, padahal disini adalah tempat belajar menulis. Menulis dari hal yang sederhana, dan kemudian beranjak menulis hal-hal yang rumit.”
****

Oh iya sebenarnya kau lupa satu hal, aku sering membaca kicauanmu, tulisan-tulisanmu di dinding, serta berbagi foto-foto menjadi kronologi, kau menuliskan kondisi yang sedang kau jalani, pikirkan, dan rasakan. Tanpa kau sadari, kau sendiri juga telah menjelma menjadi penulis catatan harian. Hanya saja aku masih gemar menggunakan sebuah buku, menuliskannya dengan pena, sedangkan kau, ah aku tidak mau merincikannya lagi, aku rasa kau cukup paham.
*****

Aku menikmati menulis diary karena aku pemilik banyak mimpi dan salah salah satu mimpiku adalah menjadi penulis. Aku terus bersemangat menggunakan pena, menggunakan jari untuk mengetik, akan kutulis gemericik air, udara dingin, kabut senja, sampai daun gugur. Aku menginginkan satu hari nanti saat kau jalan jalan ke toko buku, ada kau temukan namaku di salah satu buku yang terpajang disana. Nanti waktu itu tiba, aku akan terus mengingatkanmu, aku memulainya dari menulis diary, catatan harian. Tapi itu nanti, aku masih belajar menulis hal-hal kecil dulu disini, dan sementara belajar memasuki pintu untuk menulis hal yang besar. Menulis adalah fase selanjutnya dari membaca, dan memang menulis adalah bekerja untuk keabadian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo, jangan hanya jadi silent reader..Bersuaralah dengan memberikan komentar-komentar yang membangun..:)